Minggu, 21 Desember 2008

- PUTRA BATU PALANO CALON DARI PPP - PEMILIHAN DAERAH AGAM DAN PARIAMAN (DPRD Tk 1)


Dapil Sumbar IV (Bukittinggi, Agam, Padangpariaman, Kota Pariaman)

Centang NO :
2. Ruslinas Dt. Pado Saih

Mohon doa restu dan dukungan dari segenap warga Batu Palano baik yang dikampung maupun yang dirantau.

Read More ..

Minggu, 14 Desember 2008

Minggu, 07 Desember 2008

DASAR POKOK ADAT MINANGKABAU


 1. Ciri dan Adat Orang Minang

1. Aman dan Damai

Bila dipelajari dengan seksama pepatah-pepatah adat Minang, serta fakta-fakta yang hidup dalam masyarakat seperti masalah perkawinan,sistem kekerabatan, kedudukan tanah pusaka tinggi, peranan mamak dan penghulu,kiranya kita dapat membaca konsep-konsep hidup dan kehidupan yang ada dalam pikiran nenek-moyang kita.


Dari konsep-konsep hidup dan kehidupan itu,kita juga dapat memastikan tujuan hidup yang ingin dicapai oleh nenek-moyang kita.

Tujuan hidup itu adalah:

  BUMI SANANG PADI MANJADI

  TARANAK BAKAMBANG BIAK

Rumusan menurut ada Minang ini, agaknya sama dengan masyarakat yang aman damai makmur ceria dan berkah,seperti diidamkan oleh ajaran Islam yaitu”Baldatun Taiyibatun wa Robbun Gafuur”. Suatu masyarakat yang aman damai dan selalu dalam penmgampunan Tuhan.

Dengan adanya kerukunan dan kedamaian dalam lingkungan kekerabatan, barulah mungkin diupayakan kehidupan yang lebih makmur. Dengan bahasa kekinian dapat dikatakan bila telah tercapai stabilitas politik, barulah kita mungkin melaksanakan pembangunan ekonomi.

2. Masyarakat nan “Sakato”

Kalau tujuan akan dicapai sudah jelas, yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah , maka kini tinggal bagaimana cara yang perlu ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Kondisi yang bagaimana yang harus diciptakan.

Menurut ketentuan adat Minang, tujuan itu akan dapat dicapai bila dapat disiapkan prasarana dan sarana yang tepat.

Yang dimaksud dengan prasarana disini adalah manusia-manusia pendukung adat Minang, yang mempunyai sifat dan watak seperti diuraikan diatas.

Manusia dengan kualitas seperti itulah yang diyakini adat Minang yang akan dapat membentuk suatu masyarakat yang akan diandalkan sebagai sarana (wahana) yang akan membawa kepada tujuan yang diidam-idamkan yaitu suatu masyarakat yang aman damai makmur dan berkah. Suatu Baldatun Taiyibatun Wa Robbun Gafuur.

Corak masyarakat idaman menurut kacamata adat Minang adalah masyarakat nan “sakato”.

3. Unsur-unsur Masyarakat nan sakato

Terdapat 4 unsur yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat untuk dapat membentuk masyarakat nan sakato. Sakato artinya sekata-sependapat-semufakat.

Keempat unsur itu adalah:

a. Saiyo Sakato

Menghadapi suatu masalah atau pekerjaan, akan selalu terdapat perbedaan pandangan dan pendirian antar orang satu dengan yang lain sesuai dengan yang lain

dengan pepatah “kapalo samo hitam, pikiran ba lain-lain”.

Perbedaan pendapat semacam ini adalah sangat lumrah dan sangat demokratis. Namun kalau dibiarkan berlanjut, maka akan berakibat masalah itu takkan terselasaikan.

Pekerjaan itu akan terkatung-katung. Karena itu harus selalu dicari jalan keluar. Jalan keluar yang ditunjukkan adat Minang adalah melakukan musyawarah untuk mufakat, bukan musyawarah untuk melanjutkan pertengkaran. Keputusan boleh bulat (aklamasi) tapi boleh juga gepeng atau picak (melalui voting).

Adat Minang tidak mengenal istilah “Sepakat untuk tidak se-Mufakat”. Bagaimana proses keputusan diambil, namun setelah ada kata mufakat maka keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua pihak. Keluar kita tetap utuh dan tetap satu.

Setiap individu Minang disarankan untuk selalu menjaga hubungan dengan lingkungannya. Adat Minang tidak terlalu memuja kemandirian (privacy) menurut ajaran individualisme barat. Adat Minang mengajarkan supaya membiasakan berembuk dengan lingkungan kendatipun menyangkut masalah pribadi.

Dengan demikian adat Minang mendorong orang Minang lebih mengutamakan “kebersamaan” kendatipun menyangkut urusan pribadi.

Kendatipun seorang individu Minang menduduki posisi sebagai penguasa seperti dalam kedudukan mamak-rumah atau pun Penghulu Andiko maka keputusan tidak mungkin juga diambil sendiri. Karena itu sikap otoriter tidak pernah disukai rang-orang Minang.

Adat Minang sangat mendambakan persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Minang. Orang Minang yakin tanpa persatuan dan kesatuan itu akan menjauhkan mereka dari tujuan masyarakat yang ingin dicapai.

Mereka memahami pula dalam hidup berkelompok dalam masyarakat akan selalu terdapat silang selisih, marah dan sengketa akan selalu terjadi. Antara sanduak dan periukpun tak pernah sunyi akan selalu ada kegaduhan. Namun demikian orang Minang mempunyai dasar filosofi yang kuat untuk mengatasinya.

Adat Minang akan selalu mencoba memelihara komunikasi dan kemungkinan berdialog. Karena dengan cara itu segala masalah akan selalu dapat dipecahkan melalui musyawarah. Orang Minang menganggap penyelesaian masalah diluar musyawarah adalah buruk.

Dalam mencapai kata sepakat kadangkala bukanlah hal yang mudah. Karena itu memerlukan kesabaran, ketabahan dan kadangkala terpaksa menguras tenaga. Namun demikian musyawarah tetap diupayakan.

b. Sahino Samalu

Kehidupan kelompok sesuku sangat erat. Hubungan individu sesama anggota kelompok kaum sangat dekat. Mereka bagaikan suatu kesatuan yang tunggal-bulat. Jarak antara “kau dan aku” menjadi hampir tidak ada. Istilah “awak” menggambarkan kedekatan ini. Kalau urusan yang rumit diselesaikan dengan cara “awak samo awak”, semuanya akan menjadi mudah.

Kedekatan hubungan dalam kelompok suku ini, menjadikan harga diri individu, melebur menjadi satu menjadi harga diri kelompok suku.

Kalau seseorang anggota suku diremehkan dalam pergaulan, seluruh anggota suku merasa tersinggung. Begitu juga bila suatu suku dipermalukan maka seluruh anggota suku itu akan serentak membela nama baik sukunya.

c. Anggo Tanggo

Unsur ketiga yang dapat membentuk masyarakat nan sakato, adalah dapat diciptakannya pergaulan yang tertib serta disiplin dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa setiap anggota masyarakat dituntut untuk mematuhi aturan dan undang-undang, serta mengindahkan pedoman dan petunjuk yang diberikan penguasa adat.

Dalam pergaulan hidup akan selalu ada kesalahan dan kekhilafan. Kesalahan dan kekhilafan itu harus diselesaikan sesuai aturan. Dengan demikian ketertiban dan ketentraman akan selalu terjaga.

d. Sapikua Sajinjiang

Dalam masyarakat yang komunal, semua tugas menjadi tanggungjawab bersama. Sifat gotong royong menjadi keharusan. Saling membantu dan menunjang merupakan kewajiban. Yang berat sama dipikul yang ringan sama dijinjing. Kehidupan antara anggota kaum, bagaikan aur dengan tebing, saling bantu membantu, saling dukung mendukung.

Dengan masyarakat nan sakato ini diharapkan akan dapat dicapai tujuan hidup dan kehidupan orang Minang sesuai konsep yang diciptakan nenek moyang orang Minang.


     BUMI SANANG PADI MANJADI

     PADI MASAK JAGUNG MAUPIA

     ANAK BUAH SANANG SANTOSA
                                                
     TARANAK BAKAMBANG BIAK

     BAPAK KAYO MANDE BATUAH

     MAMAK DISAMBAH URANG PULO



2. Nilai-nilai Dasar Adat Minangkabau
Sebuah nilai adalah sebuah konsepsi , eksplisit atau implisit yang menjadi milik khusus seorang atau ciri khusus suatu kesatuan sosial (masyarakat) menyangkut sesuatu yang diingini bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan tujuan sebuah tindakan.Nilai nilai dasar yang universal adalah masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya suatu masyarakat, yang terdiri dari hakekat hidup, hakekat kerja, hakekat kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam, dan hakekat hubungan manusia dengan manusia.1. Pandangan Terhadap Hidup

Tujuan hidup bagi orang Minangkabau adalah untuk berbuat jasa. Kata pusaka orang Minangkabau mengatakan bahwa “hiduik bajaso, mati bapusako”. Jadi orang Minangkabau memberikan arti dan harga yang tinggi terhadap hidup. Untuk analogi terhadap alam, maka pribahasa yang dikemukakan adalah :

        Gajah mati maninggakan gadieng

        Harimau mati maninggakan balang

        Manusia mati maninggakan namo

Dengan pengertian, bahwa orang Minangkabau itu hidupnya jangan seperti hidup hewan yang tidak memikirkan generasi selanjutnya, dengan segala yang akan ditinggalkan setelah mati. Karena itu orang Minangkabau bekerja keras untuk dapat meninggalkan, mempusakakan sesuatu bagi anak kemenakan dan masyarakatnya. Mempusakakan bukan maksudnya hanya dibidang materi saja, tetapi juga nilai-nilai adatnya. Oleh karena itu semasa hidup bukan hanya kuat mencari materi tetapi juga kuat menunjuk mengajari anak kemenakan sesuai dengan norma-norma adat yang berlaku. Ungkapan adat juga mengatakan “Pulai batingkek naiek maninggakan rueh jo buku, manusia batingkek turun maninggakan namo jo pusako”.

Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan, sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya ataupun keluarganya. Banyaknya seremonial adat seperti perkawinan dan lain-lain membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau

Nilai hidup yang baik dan tinggi telah menjadi pendorong bagi orang Minangkabau untuk selalu berusaha, berprestasi, dinamis dan kreatif.

2. Pandangan Terhadap Kerja

Sejalan dengan makna hidup bagi orang Minangkabau, yaitu berjasa kepada kerabat dan masyarakatnya, kerja merupakan kegiatan yang sangat dihargai. Kerja merupakan keharusan. Kerjalah yang dapat membuat orang sanggup meninggalkan pusaka bagi anak kemenakannya. Dengan hasil kerja dapat dihindarkan “Hilang rano dek panyakik, hilang bangso indak barameh”(hilang warna karena penyakit, hilsng bangsa karena tidak beremas). Artinya harga diri seseorang akan hilang karena miskin, oleh sebab itu bekerja keras salah satu cara untuk menghindarkannya.

Dengan adanya kekayaan segala sesuatu dapat dilaksanakan sehingga tidak mendatangkan rasa malu bagi dirinya atau keluarganya. Banyaknya seremonial adat itu seperti perkawinan membutuhkan biaya. Dari itu usaha yang sungguh-sungguh dan kerja keras sangat diutamakan. Orang Minangkabau disuruh untuk bekerja keras, sebagaimana yang diungkapkan juga oleh fatwa adat sbb:

Kayu hutan bukan andaleh                                                  
Kayu hutan bukan andalas

Elok dibuek ka lamari                                                            
Elok dibuat untuk lemari
              
Tahan hujan barani bapaneh                                                
Tahan hujan berani berpanas

 Baitu urang mancari rasaki                                                  
Begitu orang mencari rezeki

Dari etos kerja ini, anak-anak muda yang punya tanggungjawab di kampung disuruh merantau. Mereka pergi merantau untuk mencari apa-apa yang mungkin dapat disumbangkan kepada kerabat dikampung, baik materi maupun ilmu. Misi budaya ini telah menyebabkan orang Minangkabau terkenal dirantau sebagai makhluk ekonomi ulet.

Etos kerja keras yang sudah merupakan nilai dasar bagi orang Minangkabau ditingkatkan lagi oleh pandangan ajaran Islam yang mengatakan orang harus bekerja keras seakan-akan dia hidup untuk selama-lamanya, dia harus beramal terus seakan-akan dia akan mati besok.

3. Pandangan Terhadap Waktu

Bagi orang Minangkabau waktu berharga merupakan pandangan hidup orang Minangkabau. Orang Minangkabau harus memikirkan masa depannya dan apa yang akan ditinggalkannya sesudah mati. Mereka dinasehatkan untuk selalu menggunakan waktu untuk maksud yang bermakna, sebagaimana dikatakan “Duduak marauik ranjau, tagak maninjau jarah”.

Dimensi waktu, masa lalu, masa sekarang, dan yang akan datang merupakan ruang waktu yang harus menjadi perhatian bagi orang Minangkabau. Maliek contoh ka nan sudah. Bila masa lalu tidak menggembirakan dia akan berusaha untuk memperbaikinya. Duduk meraut ranjau, tegak meninjau jarak merupakan manifestasi untuk mengisi waktu dengan sebaik-baiknya pada masa sekarang. Membangkit batang terandam merupakan refleksi dari masa lalu sebagai pedoman untuk berbuat pada masa sekarang. Sedangkan mengingat masa depan adat berfatwa “bakulimek sabalun habih, sadiokan payuang sabalun hujan”.

4. Hakekat Pandangan Terhadap Alam

Alam Minangkabau yang indah, bergunung-gunung, berlembah, berlaut dan berdanau, kaya dengan flora dan fauna telah memberi inspirasi kepada masyarakatnya. Mamangan, pepatah, petitih, ungkapan-ungkapan adatnya tidak terlepas daripada alam.

Alam mempunyai kedudukan dan pengaruh penting dalam adat Minangkabau, ternyata dari fatwa adat sendiri yang menyatakan bahwa alam hendaklah dijadikan guru.

Yang dimaksud dengan adat nan sabana adat adalah yang tidak lapuak karena hujan dan tak lekang karena panas biasanya disebut cupak usali, yaitu ketentuan-ketentuan alam atau hukum alam, atau kebenarannya yang datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu adat Minangkabau falsafahnya berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan dalam alam, maka adat Minangkabau itu akan tetap ada selama alam ini ada.

5. Pandangan Terhadap Sesama

Dalam hidup bermasyarakat, orang Minangkabau menjunjung tinggi nilai egaliter atau kebersamaan. Nilai ini menyatakan mereka dengan ungkapan “Duduak samo randah, tagak samo tinggi”.

Dalam kegiatan yang menyangkut kepentingan umum sifat komunal dan kolektif mereka sangat menonjol. Mereka sangat menjunjung tinggi musyawarah dan mufakat. Hasil mufakat merupakan otoritas yang tertinggi.

Kekuasaan yang tertinggi menurut orang Minangkabau bersifat abstrak, yaitu nan bana (kebenaran). Kebenaran itu harus dicari melalui musyawarah yang dibimbing oleh alur, patut dan mungkin. Penggunaan akal sehat diperlukan oleh orang Minangkabau dan sangat menilai tinggi manusia yang menggunakan akal. Nilai-nilai yang dibawa Islam mengutamakan akal bagi orang muslim, dan Islam melengkapi penggunaan akal dengan bimbingan iman. Dengan sumber nilai yang bersifat manusiawi disempurnakan dengan nilai yang diturunkan dalam wahyu, lebih menyempurnakan kehidupan bermasyarakat orang Minangkabau.

Menurut adat pandangan terhadap seorang diri pribadi terhadap yang lainnya hendaklah sama walaupun seseorang itu mempunyai fungsi dan peranan yang saling berbeda. Walaupun berbeda saling dibutuhkan dan saling membutuhkan sehingga terdapat kebersamaan. Dikatakan dalam mamangan adat “Nan buto pahambuih lasuang, nan pakak palapeh badie, nan lumpuah paunyi rumah, nan kuek pambaok baban, nan binguang kadisuruah-suruah, nan cadiak lawan barundiang. Hanya fungsi dan peranan seseorang itu berbeda dengan yang lain, tetapi sebagai manusia setiap orang itu hendaklah dihargai karena semuanya saling isi mengisi. Saling menghargai agar terdapat keharmonisan dalam pergaulan, adat menggariskan “nan tuo dihormati, samo gadang baok bakawan, nan ketek disayangi”. Kedatangan agama Islam konsep pandangan terhadap sesama dipertegas lagi.

Nilai egaliter yang dijunjung tinggi oleh orang Minangkabau mendorong mereka untuk mempunyai harga diri yang tinggi. Nilai kolektif yang didasarkan pada struktur sosial matrilinial yang menekankan tanggungjawab yang luas seperti dari kaum sampai kemasyarakatan nagari, menyebabkan seseorang merasa malu kalau tidak berhasil menyumbangkan sesuatu kepada kerabat dan masyarakat nagarinya. Interaksi antara harga diri dan tuntutan sosial ini telah menyebabkan orang Minangkabau untuk selalu bersifat dinamis.
(Sumber : Adat Minangkabau - Sejarah & Budaya)

Read More ..

Sabtu, 06 Desember 2008

Gapoktan Batupalano Dikukuhkan

Gapoktan Batupalano Dikukuhkan
Jumat, 16 Mei 2008

Agam, Padek-- Nagari Batupalano, Kecamatan Sungaipuar, Kabupaten Agam, sejak lama sudah dikenal sebagai penghasil holtikultura, yang di ekspor ke beberapa daerah di Sumatera bahkan sampai ke Pulau Jawa. Bagi kelompok tani yang ada, untuk menyamakan persepsi, visi dan misi dalam bertani, guna
meningkatkan pendapatan petani, maka lima kelompok tani di Nagari Batupalano, menyatu dalam sebuah organisasi yang diberi nama dengan Kelompok Tani (Gapoktan) Krakatau.


Dengan terbentuknya gabungan kelompok tani tersebut, Bupati Agam Aristo Munandar, berharap agar para petani lebih mampu melihat kebutuhan masyarakat dari hasil taninya. ”Selama ini, petani hanya sibuk bekerja, sementara hasil yang didapatnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dengan adanya Gapoktan ini, diharapkan mampu meningkatkan hasil tani dan pendapatan serta terhindar dari tengkulak atau pun calo,” kata Aristo Munandar, pada pengukuhan pengurus Gapoktan Krakatau, di aula kantor Wali Nagari Batupalano, Rabu (14/5). Bupati Agam juga berharap, agar petani tidak menjual hasil taninya melalui tengkulak.

”Kalau bisa buatkan wadah penampung hasil tani, dan petani langsung menjualnya kepada pembeli,” harap Aristo. Turut hadir dalam kegiatan itu, Camat Sungaipuar, I Putu Venda, Wali Nagari Batu Palano, Erizon Sutan Marajo, serta anggota lima kelompok tani di Nagari Batupalano. Camat Sungaipuar, I Putu Venda, menyebutkan, Gapoktan per nagari dalam Kecamatan Sungaipuar juga telah terbentuk. Kecuali Nagari Sariak yang belum membentuk Gapoktan, namun dalam waktu dekat segera dibentuk. (rul)

Read More ..

Sejarah Terbentuk Nagari Di Minangkabau

Tambo dan Silsilah Adat Minangkabau
 
Undang-Undang Tariak Baleh
Manuruik warih nan bajawek nan takarang dalan tarambo samaso niniak Suri Dirajo, undang simumbang jatuah, duo jo si lamo-lamo lah diluluahkan katanah lakang, tigo jo jo sigamak-gamak lah dihanyuikan kaaia hilia.
Sampai kali dikali urek tunggang, dibucuik aka nan manjala, dibongka tunggua nan dibumi, habih bakeh sarato jajak, hilang didalam pamakaian, lipua dihati masyarakat, maso baraliah lah disitu.

Lah lanyap undang-undang nan tigo, timbua ganti tukarannyo, undang-undang tarimo tariak baleh, kok palu babaleh palu, nan tikam babaleh jo tikam, hutang ameh baia jo ameh, hutang padi baia jo padi, hutang kato baia jo kato. Dari zaman Suri Dirajo babilang maso kamudian sampai ka Datuak Seri Maharajo nan Banego-nego tariak baleh taruih balaku.

Adopun Datuak Seri Maharajo nan banego-nego junjuangan Puti Indajaliah anaknyo baduo bagai balam, sikua jantan sikua batino, nan tuo Sutan Maharajo Basa nan ketek Puti Jamilan. Anak nan sadang ketek-ketek. Wafatlah Datuak Seri Maharajo Dirajo nan Banego-nego mangko tinggalah Puti Indahjaliah sarato anak duo urang. Dek hilang biaso baganti, putuih biaso bauleh, mati Datuak Seri Maharajo Dirajo nan Banego-nego diganti jo Cati Bilang pandai. Adopun Puti Indahjaliah jo Cati Bilang Pandai maadokan anak laki-laki nan banamo si Sutan Balun, jadilah antaro Sutan Maharajo Basa sarato Puti Jamilan jo adiaknyo si Sutan Balun urang saibu balain bapak.

Dek Datuak Seri Maharajo nan Banego-nego undang-undang tariak baleh turun kaanak kanduangnyo nan banamo Sutan Maharajo Basa manggantikan bapaknyo, Sutan Maharajo Basa lah mangaku biang tabuak, nan mangadin gantiang putuih, sesudah Datuak Seri Maharajo nan Banego-nego bapulang karahmahtullah. Sutan Maharajo Basa kokoh mamacik jo manjalankan undang-undang tariak baleh nan diwarisi baliau dari niniak sampai ka bapak. Dek lamo kalamoan nan Sutan Maharajo Basa duduak mamacik tampuak tangkai di Pariangan jo Padang Panjang, gadang lah pulo si Sutan Balun, aka panjang pikiran lanjuik, budi dalam bicaro haluih, manurun warih ayahnyo, nan banamo Cati Bilangpandai. Lorong di Cati Bilangpandai maso Datuak Seri Maharajo nan Banegonego duduak manjadi tampuak tangkai, mangaku banda sabuah, nan mahitam mamutiahkan, tampek batulak mangko bajalan, bakeh kurang minta tukuak, kok singkek minta diuleh, panambah aka jo budi, panukuak paham jo kiro-kiro dek Datuak Seri Maharajo nan Banego-nego. Kalau manuruik buni tambo, nan diri Cati Bilangpandai, asa nan dari jauah bana, dari bangso Sangsekerta. Urang subarang lauik gadang, pueh mambilang taluak rantau, aka cukuik ilimu banyak, pikiran mandaun aua, gudang ulemu jo bicaro. Lah gadang anak kanduangnyo nan banamo si Sutan Balun lalu ditunjuak diajari caro baraka baulemu sampai kapaham jo bicaro.


Dek pandai si Sutan Balun ulemu lah banyak nan dikanduang, tiliak nyato pahamnyo haluih, lah dibao duduak basidang didalam Hukum mahukum atau timbang manimbang didalam koto jo nagari. Dek lamo bakalamoan lah habih maso mudo matah umua manjalang tigo puluah antaro Sutan Maharajo Basa jo diri si Sutan Balun, dek tiliak pandang rang nagari, lah bak intan dengan podi, lah asiang kalabiahan, lain-lain kagadangan, intan cayo nan dalam, nan podi kilek nan labiah, ragu rang banyak kamamiliah.
Dek rakyat di Pariangan sarato jo Padang Panjang lah samo dianjuang tinggi, lah samo diamba gadang, nan sorang lah tampat takuik, nan sorang lah bakeh sangko, badanga kato kaduonyo. Kalau didalam dihalusi, jikok dihindang-hindang bana, tantang ditajam pamikiran,atau dibudi nan marangkak, balabiah yakin rang nagari, io kadiri si Sutan Balun. Sajak dizaman Datuak Suri Dirajo, sampai kamaso niniak Seri Maharajo nan Banegonego, urang lah batambah-tambah, koto lah batambah rami, korong kampuang lah batambah sampik, dicari tenggang jo bicaro, kok sampik patuik dipalapang, nan sasak luruih dipalaweh, alam leba dunia lah lapang, rimbo banyak nan kadirambah, tampek mambuek korong kampuang untuak kakoto jo nagari, hutang malambeh jo malamun, tingga malambang manaruko.

Tatkalo samaso itu tibo parentah dek nan kuaso, dari nan mamacik tampuak nagari, tampuak tangkai koto jo nagari, manyuruah mancari tanah nan elok, nan rancak tampek baladang, bakeh badubo jo batahun, kok bancah jadikan sawah, kok padang bakeh bakabun, Baseraklah urang nan banyaktu, dikaki gunuang Marapi, sabalah mandun jo salatan, sampai kakaki gunuang Sago, nan arah mantari kamambungo lah ditunggu didiami. Sajak mulai bataratak, sampai manjadi koto jo nagari, lah luak panduduak Pariangan sarato padang Panjang pindah katanah nan data. Sampai sakarang iko kini, nan tidak barubah-rubah banamo luak Tanah Data, dek lah kurang urang Pariangan luaknyo ka Tanah Data. Dek lamo kalamoan lah sasak pulo Tanah Data diulang pulo mamindahan, kaum nan banayak akambangan nan lah sunduik manyunduik, lah banyak anak pinaknyo, dibagi-bagi tak basibak, diagiah-agiah tak bacarai. Dicarikan pulo tampek pindahnyo, dilapeh jarah jo paninjau, caro mairik nan batali, ibarat jinjiang nan batangkai, mancari tanah nan subua, nan elok tampek baladang, bakeh badugo jo batahun sarato untuak korong kampuang kajadi koto jo nagari, Lah bajalan urang ampek kaum langkok jo alat pabakalan, sarato pakakeh kaparambah, pai malereng gunuang Marapi pai katimua dengan barat.

Dari mandaki alah malereng, sampai manurun kakakinyo, kabagian sabalah barat, alua mantari katacampuang lah banyak tampek nan elok, nan patuik ditunggui ditanami, Baiakpun lurah jo baluka, bancah barayia untuak sawah, baluka bakeh bataranak, nan lakuak kajadi tabek, alah lah tampak balako, tingga marambah ananami. Lah sampai urang ampek kaumkakaki barat gunuang Marapi situ tatumbuak pajalanan katapi lubuak jo sungai. Aia jania lubuaknyo dalan, kaateh hulu basimpang, kabaruah aia sabuah lah jadi satu ilirannyo, hilia malereng kaki bukik, babatu bakasiak banyak, babelok balingka-lingka. Lubuak banamo Lubuak Agam, mudiak hulunyo bacabang duo, sabuah banamo Sungai Janiah sabuah banamo Batang Tambuo, Nan mulai dari Lubuak Agam hilia lalu kamuaro lakek namonyo Batang Agam sampai sakarang iko kini nan tidak batuka batimbang, namo asa indak barubah, banamo Batang Agam juo. Lah salamat urang nan ampek kaum tibo diranah Lubuak Agam, datanglah kaum nan kaduo, manuruti kaum nan partamo. Lorong nan datang nan kaduo, dari luak Tanah Data, sabanyak ampek kaum pulo, sarato alat kalengkapan.

Salasai kaum nan kaduo, mangiriang kaum katigo, sabanyok ampek kaum pulo manuruik kaum nan dahulu. Panyudahi kaum nan kaampek sabanyak ampek kaum juo, samo manuju ka Lubuak Agam. Tantang parangkatan nan dahulu, iolah kaum nan partamo, masuak karanah Lubuak Agam dari Luak Tanah Data lah baseraknyo disitu, dikaki gunuang Marapi, mancari tanah hutan nan elok , bakeh babuek sawah jo ladang, tampek mandirikan korong kampuang. Disalingka Batang Tambuo, salilik aia sungai janiah, lapeh kakaki bukik nan tinggi, hampia kapinggang gunuang Marapi, bagian ka Timua jo Utaro, diuni dek angkatan nan partamo. Mako jadilah koto jo nagari Agam Biaro, Balai Gurah, sarato Lambah jo Panampuang, sampai ka Canduang jo Lasi, dari puhun lalu kaujuang. Lorong dikaum nan kaduo, mambuek koto jo nagari, sakaliliang kaki bukik nan tinggi, salingka ngarai nan dalam, ampek nagari saedaran. Iyolah Kurai jo anuhampu, Sianok, Koto gadang, urang nan ampek angkek juo, ampek koto nyo dirikan. Urang nan angkek katigo, lah malambeh jo malamun, manaruko sawah jo ladang, kapinggang gunuang Marapi, mahadok mantari katacampuang, sabalah ateh Banuhampu. Dibueklah nagari ampek pulo, iolah Sariak jo Sungai pua, Batu Tagak jo Batu Palano.

Urang angkek nan katigo, ampek juo sakali angkek, parangkatan nan datang panyudahi, sabanyak ampek kaum juo, baserak pulo nyo kasitu, iolah kakai gunuang Singgalang, mambuek nagari ampek pulo, iolah Guguak, Tabeksurojo, Balingka, Koto Pambatan. Baitu kato nan dijawek, uraian pituah guru, nan dikarang ditambo alam, didalam alam Minangkabau. Itu nan angkek pangabisan, ampekampek sakali angkek, banyaknyo ampek kali angkek, jadi katonyo anam baleh, urang Ampek Angkek kasamonyo, Tapi sakarang iko kini, nan lai bak rupo bak namo, hanyolah angkek nan partamo, nan lain tidak tasabuik, nan banamo Ampek Angkek, iyolah Agam Biaro, Balai Gurah, sarato Lambah jo Panampuangan, sampai ka Pasia Canduang jo Lasi, nan Tigo angkek lah tasisiah lah tingga sajo disajarah. Alah salasai Luhak Agam, lah dapek pulo tampek nan elok, dikaki gunuang Sago, bagian timua jo utaro, sampai kalereng Gunuang Bongsu, salilik Batang Lampasi, Salingka Batang Sinama, saedaran Batang Agam, tanah data ranahnyo laweh, banyak bancah kajadi sawah, utang malambang manaruko, tingga dek urang kamangakok. Pihak dininiak maso itu nan mamacik tampuak maso itu, disiapkan kaum nan kapindah, dibagi kaum nan banyak, nan lah kambang balabihan, lah sajuik sawah jo ladang, kaum banyak sawah lah sudah, tak dapek manukuak lai, itulah urang nan dibagi, diagiah-agiah tak bacarai. Sampai sakarang iko kini, itu nan disabuik urang, banamo panjang bakaratan, atau laweh basibiran. Rantangan banyak nan kapindah, dari Luhak Tanah Data kalereng utaro Gunuang sago. Adolah limo puluah kaum, cukuik jo alat pabakanyo, langkok jo tukang jo nan pandai, sarato jo dukun pandai ubek, samo barangkek kasamonyo, manuju lereng Gunuang Sago, manurun antaro Gunuang Marapi jo Gunuang Sago, batamu lurah dituruni, sampai katapi Batang Agam, Disubarang Batang Agam hari patang malampun tibo, samo barantilah disitu, urang nan limo puluah kaum. Mamun barisuak pagi hari, saat malangkah nan lah tibo, maso bajalan nan lah datang, bakumpualah urang nan limo puluah kaum, nak salangkahnyo bajalan, nak sabondong samo lalu, nak sasentak samo suruik, lah himpun urang nan banyak tu, sampai dihetong banyak kaum, hilanglah urang limo kaum. Kato satangah ahli adat, urang nan hilang duo kaum, satu Datuak Mureka Panjang Jangguik, kaduo Datuak Mureka Putia Gigi.

Nan Datuak Mureka Panjang Jangguik sarato rombongan jo kaumnyo tapasah ka Kampa kiri, nan Datuak Mureka Putiah Gigi tapasah ka Kampa kanan, Adopun dek urang nan bapandapek, hilang limo buah kaum, namo nan indak tatunjuakan, gala nan indak takatokan. Hanyo pandapekan balimo, limo koto dibueknyo, kasinan kaum tu bajalannyo, iyo ka Kuok jo Bangkinang, ka Salo jo Aia Tirih, limo jo ka Rumbio, tapi nan namo jo gala indak tatunjuak takatokan. Sabab karano nan bak kian, luak lah urang nan limo puluah kaum, sabanyak limo atau duo kaum, bacarai ditangah Padang Siantah, hilang nan balun tantu rimbo, kok hanyuik nan balun tantu sungai, lah lamo mangko katahuan, lah sudah nagari kasamonyo, lah sampai tampuah manampuah, lah samo jalang manjalang, situlah baru mako tahu. Itulah asa jo mulonyo, disabuik luak Limo Puluah sabab lah hilang sabagian, dalam nan limo puluah kaum. Sampai sakarang iko kini, tidaklah lipua dek hujan, nan tidak lakang dek paneh, manjadi namo nan usali, banamo luak nan tigo. Satu luak Tanah Data, luak (kurang) urang Pariangan Padang Panjang, pindah katanah nan data. Kaduo luak Lubuak Agam, luak (kurang) urang Pariangan Padang Panjang jo urang Tanah Data, pindahnyo ampek kali angkek karanah Lubuak Agam. Nan Bongsu luak Limopuluah, luak (kurang) urang Pariangan Padang Panjang, pindah kakaki Gunuang Sago sabanyak limo puluah kaum. Baitulah warih nan dijawek, dari niniak nan dahulu nan takarang ditarambo. Dimaso Sutan Maharajo Basa sarato jo Sutan Balun, luak nan tigo alah badiri, tariak baleh alah balaku. Hanyo lainnyo dari kini, iyolah warih katurunan, tidak pusako dari mamak, bukan babanso dari ibu, hanyo pusako dari bapak kok banso baitu pulo.
Catatan:
Tambo dan silsilah adat Minangkabau ini ditulis ulang menurut aslinya dari buku karangan, B. Datuak Nagari Basa. Terbitan CV. Eleonora, Payakumbuh
Diambil dari : http://minangmedia.com/index.php?module=subjects&func=printpage&pageid=1&scope=all

Read More ..

BATU PALANO dari udara

Read More ..

Menteri Koperasi dan UKM Resmikan Pasar Amur

Menteri Koperasi dan UKM Resmikan Pasar Amur

PADANG - Pasar Amur di Banto Teleng, Batu Palano, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, yang dibangun sejak Maret 2000 lalu, Minggu (11/8), diresmikan oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Drs Alimarwan Hanan, seusai menghadiri acara peringatan puncak satu abad Bung Hatta di Istana Bung Hatta, Bukittinggi.
Pasar seluas 4,5 hektare dengan biaya pembangunan senilai Rp 16 miliar ini dilengkapi dengan prasarana; 1.084 petak toko berukuran 1,5x2,5 meter dan 3x2,5 meter, lapangan parkir, beberapa petak ruko, pos keamanan dan terminal angkutan kota yang ditata artistik.
Pasar Amur yang terletak di Jalan Raya Bukittinggi-Padang merupakan pasar terbesar yang pernah dikelola dan dibuat oleh koperasi di Indonesia. Pasar tersebut dibuat oleh koperasi Amur yang bertempat di Agam berdasarkan kesepakatan 1.084 anggotanya. (srn)

Read More ..

Luhak ALAM MINANGKABAU

Luhak
ALAM MINANGKABAU
3. Luhak

1. Pengertian Luhak

Dalam bahasa daerah Minangkabau kata luhak diucapkan dengan “luak”. Artinya yang terkandung dari padanya adalah negeri, daerah, sumur, susut, berkurang. Dari tambo Alam Minangkabau sejarah lahirnya luhak dihubungkan dengan pengertian kurang. Seperti dikemukakan Luhak Tanah Datar berarti
kurang tanah yang datar. Juga ada pendapat karena Tanah Datar sebagai luhak yang tertua, maka adat dan penduduknya berpindah dari sini. Dengan demikian berkurang jugalah Luhak Tanah Datar ini.

Luhak Agam menurut ceritanya : orang-orang agam berasal dari keturunan Harimau Campo, mereka mempunyai watak pemberani, jantan dan pamuncak. Agam itu artinya pemberani, jantan dan pamuncak. Setelah orang-orang Harimau Campo pindah dari Pariangan Padang Panjang kesebelah barat gunung merapi (melalui batipuah) maka “luak”lah orang-orang pemberani yang akan mengamankan Nagari Pariangan Padang Panjang. Oleh karena itu tersebutlah di Pariangan Padang Panjang “Luhak Orang Agam” (kurang orang pemberani) dalam nagari Pariangan Padang Panjang, karena mereka telah pindah ke tempat yang baru. Tidak ada hubungan dengan “luak agama” karena pada masa itu orang Minangkabau belum islam.

Luhak Lima Puluh Kota penduduknya berasal dari Pariangan Padang Panjang. Mereka berangkat untuk mencari tempat pemukiman baru sebanyak lima puluh orang. Disebuah padang dekat piladang sekarang hari sudah malam. Keesokkan harinya jumlah rombongan itu tidak ditemui lima orang. Setelah saling bertanya semuanya mengatakan “antah” dan tempat tersebut sampai sekarang bernama padang siantah. Keturunan yang berjumlah 45 orang ini merupakan asal penduduk luhak lima puluh kota, dengan pengertian sudah kurang dari lima puluh.

Dalam pengertian sehari-hari di daerah Minangkabau kata “luak” juga berarti sumur. Pergi ke luak berarti pergi mengambil air atau pergi mandi. Luak dengan pengertian sumur ini juga ada kaitannya dengan kurang, sebab sumur tersebut berada pada tanah yang kerendahan, bisa kemudian digenangi air yang sewaktu-waktu airnya bisa berkurang (luak).

2. Luhak Tanah Datar

daerah yang termasuk Luhak Tanah Datar terdiri atas empat bahagian yaitu : Lima Kaum XII Koto, Sungai Tarab Salapan Batu, Batipuah X Koto dan Lintau Buo IX Koto. Lima Kaum XII KotoNgungun, Panti, Cubadak, Supanjang, Pabalutan, Sawah Jauah, Rambatan, Padang Magek, Labuah, Parambahan, Tabek dan Sawah Tangah. Lima Kaum XII Koto dengan sembilan koto di dalam terdiri dari Tabek Boto, Salaganda, Baringin, Koto Baranjak, Lantai Batu, Bukik Gombak, Sungai Ameh, Ambacang Baririk dan Rajo Dani. terdiri dari :

Sungai Tarab Salapan Batu daerahnya, Koto Tuo, Pasia Laweh, Sumaniak jo Koto Panjang, Supayang jo Situmbuak, Gurun Ampalu, Sijangek, Koto Bandampiang, Ujuang Labuah, Kampuang Sungayang VII Koto Disinan Andaleh, Baruah Bukik, Sungai Patai, Sungaiyang, Sawah Laiek dan Koto Ranah.

Daerah Batipuah X Koto daerahnya adalah : Pariangan, Padang Panjang, Jaho, Tambangan, Koto Laweh, Pandai Sikek, Sumpu, Malalo, Gunuang, Paninjauan. Lintau Buo IX Koto merupakan perkembangan dari Tanjung Sungayang dan Andaleh Baruah Bukik yang terdiri dari Batu Bulek, Balai Tangah, Tanjung Bonai, Tapi Selo, Lubuak Jantan. Nagari-nagari ini disebut juga Limo Koto Nan Diateh. Kemudian ditambah dengan Empat Koto di Bawah yaitu; Buo, Pangian, Taluak dan Tigo Jangko. Perpindahan penduduk ke daerah selatan, muncul 13 nagari yang disebut dengan Kubuang XIII. Nagari-nagari yang termasuk Kubang XIII adalah : Solok Salayo, Koto Hilalang, Cupak, Talang, Guguak, Saok Laweh, Gantuang Ciri, Koto Gadang, Koto Anau, Muaro Paneh, Kinali, Koto Gaek dan Tanjuang Balingkuang. Dari arah Kubuang XIII berkembang terus menjadi Alahan Panjang, Pantai Cermin, Alam Surambi Sungai Pagu.

Dari daerah Batipuah X Koto, dari Jaho dan Tambangan terjadi perpindahan ke Anduriang Kayu Tanam, Guguak Kapalo Hilalang, Sicincin, Toboh Pakandangan yang dinamakan Ujung Darek Kapalo Rantau 2 X 11 Enam Lingkuang. Dari daerah ini berkembang menjadi VII Koto Sungai Sariak yang terdiri dari Tandikek, Batu Kalang, Koto Dalam, Koto Baru, Sungai Sariak, Sungai Durian, Ampalu.

Perpindahan dari Lintau Buo, Tanjuang Barulak berlajut kearah timur sampai ke Sijunjung Koto Tujuah, Koto Sambilan Nan Dihilia, Koto Sambilan Nan Di Mudiak, Kolok, Sijantang, Talawi, Padang Gantiang, Kubang Padang Sibusuak, Batu Manjulua, Pamuatan, Palangki, Muaro Bodi, Bundan Sakti, Koto Baru, Tanjung Ampalu, Palaluar, Tanjuang Guguak, Padang Laweh, Muaro Sijunjuang, Timbulun, Tanjuang, Gadang, Tanjuang Lolo, Sungai Lansek. Adapun yang menjadi daerah inti dari Luhak Tanah Datar adalah kabupaten Tanah Datar sekarang.

3. Luhak Agam

Luhak Agam merupakan luhak yang kedua sesudah Luhak Tanah Datar. Luhak Agam berasal dari Pariangan Padang Panjang dan kedatangan penduduk ke Luhak Agam pada mulanya empat kaum atau empat rombongan yang berlangsung empat periode dan tiap periode empat-empat. Periode pertama keempat rombongan ini mendirikan empat buah nagari yaitu Biaro, Balai Gurah, Lambah dan Panapuang. Periode kedua mendirikan Nagari Canduang, Koto Laweh, Kurai dan Banahampu. Periode ketiga lahir Nagari Sianok, Koto Gadang, Guguak dan Tabek Sarojo. Periode keempat mendirikan Nagari Sariak, Sungai Puar, Batagak dan Batu Palano.

Dengan demikian Luhak Agam terdiri enam belas koto pada mulanya dan kemudian berkembangan nagari-nagari lainnya seperti Kapau, Gadut, Salo, Koto Baru, Magek, Tilatang Kamang, Tabek Panjang, Pincuran Puti, Koto Tinggi, Simarasok dan Padang Tarab. Dari gugusan Sianok Koto Gadang berkembang sampai ke Matur, Kampung Panta, Lawang Togo Balai, sampai ke Ranah Palembayan. Perkembangan ini bertemu dengan yang datang dari Kamang dan Tujuh Lurah Koto Rantang. Perpindahan selanjutnya telah melahirkan Nagari Kumpulan, Ganggo, Kinali, Sundata, Lubuak Basuang, Batu Kambing, Katiagan, Sasak dan Tiku. Dari Matur perkembangan selanjutnya ke Maninjau, Muko-Muko, XII Koto Sungai Garinggiang, Gasan, Tiku, Lauik Nan Sadidih, melalui Malalak, Sigiran, Cimpagok, Ulu Banda dan seterusnya menjadi Limo Koto Kampuang Dalam, Piaman Sabatang Panjang dan III Koto Malai. Dari Malalak berkembang juga ke Sungai Batang, Sigiran, Tanjuang Sani melalui Batu Anjuang.

Perpindahan dan perkembangan dari Tiku Pariaman akhirnya bertemu dengan perpindahan dari Jaho, Tambangan dan Bungo Tanjuang dari Luhak Tanah Datar dan melahirkan Padang VIII Suku. Padang VIII Suku ini terdiri dari Pasia, Ulak Karang, Ranah Binuang, Palinggam, Subarang Gantiang, Parak Gadang, Aia Cama, Alang Laweh, Balai Tampuruang.

Dari daerah Kubuang XIII bertemu dengan perpindahan dari Tiku Pariaman dan Padang VIII Koto akhirnya melahirkan nagari Lubuak Kilangan, Tarantang, Baringin, Bandar Buek, Limau Manis Nan XX. Nagari yang termasuk Nan XX adalah Lubuak Bagaluang jo Ujuan Tanah, Tanjuang Saba, Pitameh, Banuaran, Koto Baru, Pampangan, Pasia Gauang, Sungai Barameh, Taluak Nibuang, Piai, Tanah Sirah, Batu Kasek, Parak Patamburan, Gurun Laweh, Tanjuang Aua, Batuang Taba, Kampuang Jua, Cangkeh, Kampuang Baru. Perpindahan dari Singkarak, Saniang Baka dengan melintasi bukik barisan telah melahirkan nagari Pauh Lima dan Pauh Sembilan, Kandih dan Nanggalo.

Dapat diambil kesimpulan bahwa Kota Padang sekarang merupakan pertemuan dari penduduk yang berasal dari Luhak Tanah Datar, Luhak Agam dan Kubuang XIII. Secara historis tepat sekali kota padang ibukota propinsi Sumatera Barat, bila dikaitkan wilayah adat Minangkabau, karena sebagian besar wilayah adat berkaitan dengan bandar Padang tersebut.

4. Luhak Lima Puluh Koto

Luhak Limo Puluah Koto disebut Luhak Nan Bonsu. Wilayah yang termasuk Lima Puluh Kota terdiri empat bagian. Keempat wilayah tersebut adalah:

a. Sandi

Daerahnya dari Bukit Sikabau Hilir sampai Muaro Mudiak, Nasi Randam hingga Padang Samuik ketepi yang meliputi Nagari Koto Nan Gadang dan Koto Nan Empat sekarang ini.

b. Luhak

Luhak daerahnya dari Mungo Mudiak hingga Limbukan Hilia, Mungo, Koto Kaciak, Andaleh, Tanjuang Kubu, Banda Tunggang, Sungai Kamuyang, Aua Kuniang, Tanjuan Patai, Gadih Angik, Limbukan, Padang Karambia, Limau Kapeh, Aia Tabik Nan Limo Suku.

c. Lareh

Yang menjadi wilayah lareh sejak dari Bukik Cubadak sampai mudiak hingga Padang Balimbiang Hilir. Pusatnya di Sitanang Muara Lakin. Perkembangan dan perpindahan penduduk selanjutnya lahir nagari-nagari Ampalu, Halaban, Labuah Gunuang, Tanjuang Baringin, Kurun, Labuak Batingkok, Tarantang, Sari Lamak, Solok, Padang Laweh.

d. Hulu

Yang termasuk wilayah hulu dalam Luhak Lima Puluh Kota adalah yang “Berjenjang Ke Ladang Laweh Berpintu Ke Sungai Patai, Selilit Gunuang Sago, Hinggo Labuah Gunuang Mudik Hinggo Babai Koto Tinggi”.

Dari Luhak Lima Puluh Kota perkembangan selanjutnya ke Muaro Sungai Lolo, Tapus Rao Mapattunggal, Kubu Nan Duo, Sinuruik, Talu Cubadak, Simpang Tonang, Paraman, Ampalu, Aua Kuniang, Parik Batu, Sasak, Sungai Aua, Air Balam, Sikilang Aia Bangih.
Dari Niniak Nan Balimo (nenek yang berlima) yang meninggalkan rombongan telah membuat tempat kediaman baru yaitu Kuok, Bangkinang, Salo, Rumbio, Aia Tirih. Sebagai daerah Luhak Lima Puluh Kota adalah Kabupaten Lima Puluh Kota sekarang.

5. Kepribadian Masyarakatnya

Kepribadian masing-masing luhak juga diungkapkan dalam bambo, dengan perumpamaan, yaitu Luhak Agamdikatakan buminya-panas, airnya keruh, ikannya liar. Perumpamaan ini ditafsirkan bahwa penduduknya keras hati, berani dan suka berkelahi. Luhak Tanah Datar dikatakan buminya lambang, airnya tawar, ikannya banyak, dengan penafsiran masyarkatnya ramah, suka damai dan sabar. Sedangkan Luhak Lima Puluh Kota dikatakan buminya sejuk, airnya jernih dan ikannya jinak yang artinya bahwa masyarakatnya mempunyai kepribadian berhati lembut, tenang dan suka damai.

Prof. Hamka mengatakan, sifat ketiga luhak ini surang cadiak, surang pandeka, surang juaro tangah balai. “pendekar luhak tanah datar, juara tengah balai Luhak Agamdan cerdik luhak lima puluh kota.

Disamping perbedaan kepribadiannya juga warna tiap-tiap luhak saling berbeda yang mungkin ada kaitannya dengan kepribadiannya tadi. Warna kuning untuk Luhak Tanah Datar, warna merah untuk Luhak Agam dan biru untuk Luhak Lima Puluh Kota. Sedangkan tiap luhak mempunyai perlambang yang diambil dari hewan. Luhak Tanah Datar hewannya kucing. Sifat kucing yang jinak dan penyabar tetapi bila habis kesabarannya baru dia memperlihatkan kukunya. Luhak Agam lambang hewannya harimau. Harimau sebagai perlambang sikap berani dan pantang menyerah. Luhak Lima Puluh Kota lambang hewannya kambing. Kambing walaupun jinak tapi tidak bisa ditarik begitu saja, dia mempunyai kepribadian yang kokoh dan tidak mau cepat terpengaruh. Perumpamaan-perumpamaan diatas dikaitkan dengan sifat kepribadian masing-masing luhak.
Warih untuak Anak Cucu jo Kamanakan
Artikel ini di ambil dari Minangkabau(dot)info

Read More ..

OBJEK WISATA BATU PALANO


padangmedia.com - AGAM -- Kecamatan Sungai Puar Kabupaten Agam banyak menyimpan obyek wisata, khususnya objek wisata sejarah, wisata alam dan wisata religi. Namun, potensi itu belum tergarap maksimal karena belum adanya investor yang melirik kecamatan itu.

Camat Sungai Puar I Putu Venda kepada padangmedia.com mengaku, sebulan terakhir ia sibuk mengunjungi potensi-potensi alam yang bisa dijadikan objek wisata di kecamatan yang ia pimpin.

Dalam pantauannya, camat melihat besarnya potensi alam yang ada di Nagari Batu Palano, yang juga berada di kawasan Kecamatan Sungai Puar. Disebut Batu Palano, karena di daerah itu ada satu situs yang persis seperti pelana kuda. Begitupun, di Tabek Aia Asin, konon tabek itu bisa menyembuhkan penyakit gatal-gatal. Ada juga perumahan Demang Belanda dan Makam Keramat di samping Mesjid Jamik Batu Palano.

Sementara di Nagari Sungai Pua, ada Batu Menangis, Air Terjun Badorai, Tabek Keramat. Disebut keramat, karena apabila kepala dilongokan ke dalam tabek itu konon air tabek akan menarik orang itu laksana magnet manarik besi. Begitu juga di Nagari Batagak, ada Batu Tagak serta banyak lagi potensi wisata yang belum terungkap dan butuh tangan-tangan pemerintah untuk melestarikannya.

“Sayang sekali, semua potensi itu belum mampu kami kembangkan,” katanya.

Setelah menyaksikan semua kondisi itu, camat Sungai Puar berjanji akan mengkoordinasikan pelestarian beberapa potensi alam untuk dijadikan obyek wisata. Dia berharap pihak-pihak berwenang dapat mengelola objek wisata tersebut untuk diekspose ke luar Agam.

Read More ..